Pengertian Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih)
Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih) ialah shalat sunnat malam pada bulan Ramadhan.
Waktu Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih)
Adapun waktunya ialah sesudah shalat ‘Isya hingga fajar (sebelum datang waktu Shubuh), sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad saw:

Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. istri Nabi saw (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu mengerjakan shalat (malam) pada waktu antara selesai shalat ‘Isya, yang disebut orang “‘atamah” hingga fajar, sebanyak sebelas rakaat.” [HR. Muslim].
Pelaksanaan Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih)
a. Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih) sebaiknya dikerjakan secara berjamaah, baik di masjid, mushalla, ataupun di rumah, dan dapat pula dikerjakan sendiri-sendiri.
Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

Artinya: “Dari Aisyah Ummul Mukminin r.a. (diriwayatkan), bahwasanya Rasulullah saw pada suatu malam shalat di masjid. Lalu shalatlah bersama shalatnya (berjamaah) sejumlah orang. Kemudian orang satu kabilah (dalam jumlah besar) juga ikut shalat, sehingga jumlah jamaah semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, para jamaah telah berkumpul, namun Rasulullah saw tidak keluar ke masjid me- nemui mereka. Ketika pagi tiba beliau ber- kata: “Aku sungguh telah melihat apa yang kalian lakukan (shalat tarawih berjamaah). Tidak ada yang menghalangiku untuk kelu- ar menemui kalian, kecuali sesungguhnya aku takut, (kalian menganggap) shalat itu diwajibkan atas kalian.” Komentar Aisyiah: Hal itu terjadi di bulan Ramadhan.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
b. Apabila dikerjakan secara berjamaah, maka harus diatur dengan baik dan teratur, sehingga menimbulkan rasa khusyuk dan tenang serta khidmat; shaf laki-laki dewasa di bagian depan, anak-anak di belakangnya, kemudian wanita di shaf paling belakang. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:

Artinya: “Dari Anas ibn Malik r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mendirikan shalat di rumah saya bersama anak yatim di belakang Nabi saw, sedang ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami.” [HR. Ibnu Khuzaimah].
c. Qiyamu Ramadhan (Shalat Tarawih) dikerjakan antara lain dengan cara 4 rakaat, 4 rakaat tanpa tasyahud awal, dan 3 rakaat witir tanpa tasyahud awal, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:

Artinya: “Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat sunnat di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
Qiyamu Ramadhan dapat juga dikerjakan dengan cara 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat dan 1 rakaat witir, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:


Artinya: “Dari Zaid bin Khalid al-Juhany (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Benar-benar aku akan mengamati shalat Rasulullah saw. pada malam ini, beliau shalat dua rakaat khafifatain, lalu beliau shalat dua rakaat panjang- panjang keduanya, kemudian shalat dua rakaat yang kurang panjang dari shalat sebelumnya, lalu beliau shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi dari shalat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat yang kurang lagi dari shalat sebelumnya, lalu beliau shalat lagi dua rakaat yang kurang lagi dari shalat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat yang kurang lagi dari shalat sebelumnya, dan beliau melakukan witir (satu rakaat). Demikianlah (shalat) tigabelas rakaat.” (HR. Muslim)
d. Sebelum mengerjakan Qiyamu Ramadhan, disunatkan mengerjakan shalat sunat dua rakaat ringan (Shalat Iftitah), sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:

Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw, (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Jika salah satu di antara kamu mengerjakan qiyamul-lail, hendaklah ia membuka (mengerjakan) shalatnya dengan shalat dua rakaat ringan.” [HR. Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud].
e. Shalat Iftitah dapat dikerjakan secara berjamaah sesuai dengan shalat tarawih yang sebaiknya dikerjakan secara berjamaah. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:


Artinya: “Dari Makhramah bin Sulaiman (diriwayatkan) sesungguhnya Kuraib hamba Ibnu Abbas telah menceritakan bahwa dirinya berkata: Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, bagaimana shalat Rasulullah saw pada malam hari di mana saya bermalam di tempatnya sedang beliau (Rasulullah) berada di tempat Maimunah. Beliau tidur, lalu sampai waktu telah memasuki sepertiga malam atau setengahnya beliau bangun dan menuju ke griba (wadah air dari kulit) kemudian beliau berwudlu dan aku pun berwudlu bersama beliau, lalu beliau berdiri (untuk melakukan shalat) dan aku pun berdiri di sebelah kirinya, maka beliau menjadikan aku berada di sebelah kanannya, kemudian beliau meletakkan tangannya di atas kepalaku, seolah-olah beliau memegang telingaku, seolah-olah beliau membangunkanku, kemudian beliau shalat dua rakaat ringan-ringan, beliau membaca Ummul-Qur’an pada setiap rakaat, kemudian beliau mengucapkan salam, kemudian beliau shalat sampai sebelas rakaat dengan witirnya, kemudian beliau tidur. Lalu sahabat Bilal menghampirinya sambil berseru; waktu shalat wahai Rasulullah, lalu beliau bangkit (bangun dari tidurnya) dan shalat dua rakaat, kemudian memimpin shalat orang banyak.” [HR. Abu Dawud, kitab as-Shalat, bab fi shalat al-Lail, hadits no. 1157]
f. Shalat iftitah dilakukan dengan cara: pada rakaat pertama setelah takbiratul-ihram membaca doa iftitah “Subhānallāhi dzil-malakūti wal-jabarūti wal-kibriyāi wal-‘adzamah”, kemudian membaca surat al-Fatihah, dan pada rakaat kedua hanya membaca surat al-Fatihah (tanpa membaca surat lain). Dasarnya adalah hadits Nabi saw:


Artinya: “Dari Hudzaifah bin al-Yaman (diriwayatkan) ia berkata: Aku pernah mendatangi Nabi saw pada suatu malam. Beliau mengambil wudlu kemudian shalat lalu aku menghampirinya dan berdiri di sebelah kirinya lalu aku ditempatkan di sebelah kanannya, kemudian beliau bertakbir dan membaca: Subhānallāhi dzil-malakūti wal-jabarūti wal-kibriyāi wal-‘adzamah” [HR. ath-Thabrani dalam Kitab al-Awshat. Al-Haitami dalam Majma’ al-Zawaid mengatakan bahwa perawi-perawinya terpercaya, juz 1 : 108]
g. Bacaan surat yang dibaca setelah membaca al-Fatihah pada 3 rakaat shalat witir, menurut Rasulullah saw adalah sebagai berikut: Pada rakaat pertama membaca surat al-A‘la, pada rakaat kedua membaca surat al-Kafirun, dan pada rakaat ketiga membaca surat al-Ikhlash. Dalam hadits Nabi disebutkan sebagai berikut:

Artinya: “Dari Ubay bin Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bahwa Nabi saw pada shalat witir pada rakaat yang pertama selalu membaca Sabbihisma Rabbikal-A‘lā, dan pada rakaat yang kedua membaca qul yā ayyuhal-kāfirūn, dan pada rakaat yang ketiga membaca qul Huwallāhu Ahad.” [HR. an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah].
h. Setelah selesai 3 rakaat shalat witir, disunatkan membaca doa:

Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih.”
Dibaca tiga kali, dengan suara nyaring dan panjang pada bacaan yang ketiga. Lalu membaca:

Artinya: “Yang Menguasai para Malaikat dan Ruh/Jibril.”
Berdasarkan hadits:


Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw apabila selesai dalam shalat witir membaca Subhānal-Malikil-Quddūs [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih]” [HR. Abu Dāwud].

Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw melakukan witir dengan membaca sabbihisma Rabbikal-A‘lā, qul yā ayyuhal-kāfirūn dan qul Huwallāhu Ahad; dan apabila selesai salam ia membaca Subhānal-Malikil-Quddūs [Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih] tiga kali dan menyaringkan suaranya dengan yang ketiga, serta mengucapkan Rabbil- malā’ikati war-rūh [Tuhan malaikat dan ruh]” [HR. ath-Thabarani, di dalam al-Mu‘jam al-Ausath].
Sumber: Buku Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramadhan
Komentar Terbaru